Selasa, 29 Januari 2013

ritual adat prov.Maluku



Upacara kelahiran adat maluku


Ketika seorang perempuan yang masa kehamilannya telah mencapai 9 bulan, maka ia akan diantar oleh irihitipue (dukun beranak) dan kaum perempuan yang ada di dalam rumah atau tetangga yang telah dewasa menuju ke posuno. Pada waktu perempuan tersebut berada di depan pintu posuno, irihitipue membancakan mantra-mantra yang berfungsi sebagai penolak bala. Mantra tersebut dibaca oleh irihitipue dalam hati (tanpa bersuara) dengan tujuan agar tidak dapat diketahui oleh orang lain, karena bersifat sangat rahasia. Hanya irihitipue dan anggota keluarga intinya saja yang mengetahui mantra tersebut.

Selesai membaca mantra, perempuan hamil tersebut diantar masuk ke dalam posuno. Rombongan kemudian pulang meninggalkan wanita tersebut. Dia setiap saat dikunjungi oleh irihitipue untuk memeriksa keadaan dirinya. Semua keperluan wanita hamil ini dilayani oleh wanita-wanita kerabatnya. Sebagai catatan, dia akan tetap berdiam disitu tidak hanya sampai selesainya upacara kehamilan 9 bulan, tetapi sampai tiba saat melahirkan hingga 40 hari setelah melahirkan.

Setelah si perempuan hamil berada di posuno, maka pihak keluarga akan memberitahukan kepada seluruh perempuan dewasa dari kelompok kerabat (soa) perempuan hamil tersebut dan dari kelompok kerabat suaminya untuk berkumpul di rumah perempuan tersebut dan selanjutnya pergi menuju ke posuno untuk mengikuti upacara masa hamil sembilan bulan. Sebelum mereka menuju ke posuno, para perempuan dewasa tersebut akan berkumpul berkeliling di dalam rumah untuk memanjatkan doa kepada Upu Kuanahatana agar si perempuan yang sedang hamil selalu dilindungi dan terbebas dari pengaruh roh-roh jahat.

Usai memanjatkan doa di dalam rumah, mereka menuju ke posuno bersama-sama dan dipimpin oleh irihitipue. Setelah sampai di posuno, mereka kemudian duduk mengelilingi si perempuan hamil tersebut, sedangkan irihitipue mendekati si perempuan dan duduk di sampingnya. Perempuan hamil tersebut kemudian dibaringkan oleh irihitipue lalu diusap-usap perutnya sambil irihitipue mengucapkan mantra-mantra yang tujuannya adalah untuk memohon keselamatan dan perlindungan dari Upu Kuanahatana. Pada saat irihitipue mengusap-usap perut perempuan hamil tersebut, para kerabatnya yang duduk mengelilingi pun juga memanjatkan doa-doda kepada upu kuanahatana.

Dengan selesainya pembacaan mantra, maka selesailah pula pelaksanaan upacara masa kehamilan sembilan bulan. Para kerabat dan irihitipue kemudian pulang ke rumah masing-masing. Sementara si perempuan hamil tetap tinggal di posuno hingga melahirkan dan 40 hari setelah masa melahirkan. Untuk keperluan makan dan minum selama berhari-hari di posuno, pihak kerabatnya sendiri (soanya) akan selalu mengantarkan makanan dan minuman kepadanya.




5. Nilai Budaya

Ada beberapa nilai yang terkandung dalam upacara masa kehamilan sembilan bulan. Nilai-nilai itu antara lain adalah: kebersamaan, gotong-royong, keselamatan, dan religius.

Nilai kebersamaan tercermin dari berkumpulnya sebagian besar anggota keluarga dan masyarakat dalam suatu tempat (pada saat acara pesta suu anaku) untuk makan bersama. Ini adalah wujud kebersamaan dalam hidup bersama di dalam lingkungannya. Dalam hal ini, kebersamaan sebagai komunitas yang mempunyai wilayah, adat-istiadat dan budaya yang sama.

Nilai kegotong-royongan tercermin dari keterlibatan berbagai pihak dalam penyelenggaraan upacara. Mereka saling bantu demi terlaksananya upacara. Dalam hal ini ada yang membantu menyiapkan makanan dan minuman bagi perempuan yang hamil dan menjadi pemimpin upacara.

Nilai keselamatan tercermin dalam adanya kepercayaan bahwa pada masa usia kehamilan yang telah mencapai sembilan bulan adalah masa yang dianggap kritis bagi seorang perempuan, karena pada masa inilah ia dan bayi yang dikandungkan rentan terhadap bahaya-bahaya gaib yang berasal dari roh-roh jahat yang dapat berakibat buruk pada keselamatan dirinya sendiri maupun bayinya. Untuk mengatasi gangguan-gangguan roh-roh halus tersebut, maka perlu diadakan suatu upacara untuk mencari keselamatan keselamatan pada tahap peralihan dari masa di dalam kandungan menuju ke kehidupan di dunia.

Nilai religius tercermin dalam doa bersama yang dilakukan oleh kelompok kerabat perempuan, baik sebelum berangkat ke posuno maupun pada saat berlangsungnya upacara. Tujuannya adalah agar sang bayi mendapatkan perlindungan dari Upu Kuanahatana dan roh-roh para leluhur. (ali gufron)




Upacara  kematian adat maluku

Dalam kehidupan masyarakat Ternate, bila ada salah satu warga masyarakat yang meninggal dunia, biasanya dikabarkan dari mulut ke mulut kepada keluarga, saudara dan kerabat. Walau berita duka ini disebarluaskan dengan cara demikian, namun kabar tersebut sangat cepat tersiar ke seluruh kalangan, di tempat kerja, kantor, pasar, bahkan terhadap sanak family yang berada di tempat lain dan di pulau-pulau. Demikian pula setelah teknologi Cellular (HP) merambah dalam keseharian masyarakat Ternate, menjadikan semua informasi menjadi serba instan termasuk berita duka.
Setelah mendengar berita duka ini diketahui, warga masyarakat mulai berdatangan ke rumah duka, terutama wagra di kampong tersebut berbondong-bondong berkumpul. Kegiatan pertama yang biasanya dilakukan adalah menyiapkan tenda yang dalam bahasa Ternate disebut “Sabua” di depan dan di belakang rumah duka. Sementara warga yang lainnya menyiapkan liang kubur. Sedangkan kesibukan dalam rumah duka sendiri adalah menyiapkan kebutuhan untuk pemakaman seperti ; kain kafan, peralatan memandikan mayat, serta kebutuhan lain yang berhubungan dengan pemakaman.
Sementara itu, kaum ibu-ibu datang membawa sembako seadanya untuk disumbangkan ke rumah duka yang akan dijadikan bahan baku konsumsi, berupa; beras, terigu, gula pasir, teh, dsb. Kaum ibu-ibu biasanya saat datang mulai menyiapkan dan membentuk semacam dapur umum di belakang rumah duka, bahkan di rumah tetangga kiri dan kanan untuk menyiapkan makan semua pelayat yang datang pada saat itu untuk makan setelah selesai upacara pemakaman. Kegiatan ibu-ibu ini dikenal dengan tradisi “Lian” atau sering disebut “Lilian”. Tradisi Lian ini merupakan salah satu dari bentuk gotong-royong dalam masyarakat Ternate.

 

Sedangkan kaum bapak mempersiapkan semua kebutuhan pemakaman yang sudah menjadi “Fardu Kifayyah” bagi umat muslim yakni untuk memandikan mayat, mengkafani, men-sholat-kan lalu kemudian segera menguburkan jenazah secara layak menurut syariat Islam.

Biasanya sebelum dilakukan pemakaman, ada musyawarah keluarga untuk menentukan masih adakah kerabat almarhum terutama anak kandung yang harus ditunggu kehadirannya sebelum pemakaman dilaksanakan. Hal ini sering terjadi mengingat tidak semua anggota keluarga berada di Ternate saat menjelang wafat. Bila keputusannya harus ditunggu, maka upacara pemakaman akan ditunda beberapa jam, namun dalam musyawarah tersebut diputuskan untuk tidak menunggu, maka akan segera dilaksanakan pemakaman.

Sebelum jenazah dikeluarkan dari rumah duka, biasanya dilakukan semacam seremonial yang dipimpin oleh salah satu yang mewakili tuan rumah. Setelah memberikan sedikit kata pengantar, diharapkan kepada seluruh warga yang hadir pada saat itu untuk memberikan maaf kepada almarhum sekaligus mengikhlaskan utang-piutangnya semasa hidupnya.

Dalam masyarakat Ternate, setiap warga muslim yang meninggal dan hendak diarak menuju pemakaman biasanya diiringi dengan alunan “Laa ilaaha illallah hu laa ilaaha illallah, Laa ilaaha illallah Muhammadar Rasullullah ” yang diucapkan secara terus menerus oleh seruruh pelayat sejak dari rumah duka hingga sampai di lokasi liang kubur. Irama alunan ini-pun khas dan hanya dilantunkan pada saat mengantarkan mayat ke kubur. Kebiasaan ini oleh masyarakat Ternate disebut dengan “Kalmaha”. Bagi masyarakat Ternate, alunan dan irama Kalmaha ini merupakan suatu tanda berkabung, dan setiap orang yang mendengar Kalmaha pasti terharu, sedih bahkan banyak yang meneteskan air mata duka atas perginya sang kerabat untuk selamanya.

Pemakaman dilaksanakan sebagaimana biasanya orang muslim Indonesia melakukannya. Hanya saja ada kebiasaan tertentu yang mungkin berbeda dengan daerah lain di Indonesia ini. Contoh misalnya; setelah mayat diturunkan ke liang lahat, kain putih yang dijadikan seprei pada saat mayat ditandu dihamparkan menutupi ke permukaan liang lahat yang ditarik keempat ujung kain tersebut menutupi liang lahat, sehingga hampir tidak ada yang melihat aktifitas yang dilakukan oleh petugas dalam liang lahat. Ada satu kebiasaan lagi yaitu; setelah mayat diletakkan di dalam liang lahat, dan setelah tali pocong dilepaskan kemudian mayat yang terbaring dihadapkan menghadap kiblat, maka saat itu juga salah satu dari petugas yang berada di dalam liang lahat mengumandangkan azan dari awal hingga akhir.

Kalau ditanya mengapa demikian ? Mereka berargumen bahwa pada saat kita lahir ke dunia ini, suara yang pertama kali didengarkan di telinga kita adalah suara azan sehingga pada saat kita meninggal dunia dan hendak dikuburkan di liang lahat sebelum ditimbun dengan tanah, azan-pun harus dikumandangkan. Menurut mereka, hal ini mengandung makna bahwa kita manusia hidup di dunia ini berada diantara dua azan, yaitu azan awal dan azan akhir.

 

atu lagi tradisi lama masyarakat Ternate, adalah tali pocong tersebut dibawa pulang ke rumah duka, kemudian dipotong dan diikat seperti gelang di setiap tangan kerabat dekat almarhum, sebagai tanda duka. Tali pocong ini tidak bias dilepas kecuali nanti setelah “Hoi Gunyihi” yaitu setelah 11 hari meninggal. Tradisi dan kebiasaan tersebut saat ini sudah jarang dilakukan oleh masyarakat di kota Ternate, namun di daerah tertentu masih melakukannya.
Setalah upacara pemakaman selesai, seluruh pelayat kembali ke rumah duka untuk melaksanakan santap bersama dengan keluarga yang berduka yang sejak dari tadi disiapkan oleh kaum ibu-bu. Makna dari makan bersama ini adalah bertujuan menghibur keluarga yang berduka kare ditinggal almarhum.

Setelah itu, sebagian pelayat kembali ke rumahnya masing-masing, namun masih ada sebagian yang masih berkumpul di rumah duka untuk mempersiapkan kue-kue untuk konsumsi pada acara Tahlilan hari pertama pada menjelang malam hari nanti. Tahlilan terhadap kematian seseorang di dalam masyarakat Ternate dikenal dengan sebutan “Tahlil Sone ma-Dina”. Tahlilan malam pertama ini dikenal dengan “Sone ma-Dina – Futu Rimoi” (Tahlilan Malam ke-1). Inti dari tulisan ini adalah pembahasan tentang masalah ini. Sedangkan uraian tersebut di atas adalah pengantar dan gambaran tentang tradisi seputar saat hari kematian.

Kamis, 17 Januari 2013

Bapepam






Sejarah Bapepam

Kelahiran Bapepam

Pada waktu Pasar Modal dihidupkan kembali tahun 1976, dibentuklah Bapepam, singkatan dari
Badan Pelaksana Pasar Modal.
Menurut Keppres No.52/1976, Bapepam bertugas:
  • Mengadakan penilaian terhadap perusahaan-perusahaan yang akan menjual saham-sahamnya melalui Pasar Modal apakah telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dan sehat serta baik;
     
  • Menyelenggarakan Bursa Pasar Modal yang efektif dan efisien;
     
  • terus-menurus mengikuti perkembangan perusahaan-perusahaan yang menjual saham-sahamnya melalui pasar modal.
Bapepam dipimpin oleh seorang ketua yang diangkat oleh Presiden dan dalam melaksanakan tugasnya ia bertanggung-jawab kepada Menteri Keuangan.

Akhir Dualisme

Pada mulanya, selain bertindak sebagai penyelenggara, Bapepam sekaligus merupakan pembina dan pengawas. Namun akhirnya dualisme pada diri Bapepam ini ditiadakan pada tahun 1990 dengan keluarnya Keppres No. 53/1990 dan SK Menkeu No. 1548/1990.
Keluarnya Keppres 53 tentang Pasar Modal dan SK Menkeu No. 1548 tahun 1990 itu menandai era baru bagi perkembangan pasar modal. Dualisme fungsi Bapepam dihapus, sehingga lembaga ini dapat memfokuskan diri pada pengawasan pembinaan pasar modal.
Dengan fungsi ini, Bapepam dapat mewujudkan tujuan penciptaan kegiatan pasar modal yang teratur wajar, efisien, serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Dibandingkan dengan tugas pokok Securities Exchange Commission (SEC) di Amerika Serikat, tugas ini hampir sama. SEC bertugas menjaga keterbukaan pasar modal secara penuh kepada masyarakat investor dan melindungi kepentingan masyarakat investor dari malpraktik di pasar modal.





http://www.bapepam.go.id/old/old/img/line.bmp

Dalam sejarah Pasar Modal Indonesia, kegiatan jual beli saham dan obligasi dimulai pada abad-19. Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan oleh Verreniging voor den Effectenhandel pada tahun 1939, jual beli efek telah berlangsung sejak 1880.

Pada tanggal 14 Desember 1912,
Amserdamse Effectenbueurs mendirikan cabang bursa efek di Batavia. Di tingkat Asia, bursa Batavia tersebut merupakan yang tertua ke-empat setelah Bombay, Hongkong, dan Tokyo.

Zaman Penjajahan

Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salah satu sumber dana adalah dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi.

Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya berdiri secara resmi pasar modal di Indonesia yang terletak di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 dan bernama Vereniging voor de Effectenhandel (bursa efek) dan langsung memulai perdagangan.

Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu : Fa. Dunlop & Kolf; Fa. Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co.; Fa. Adree Witansi & Co.; Fa. A.W. Deeleman; Fa. H. Jul Joostensz; Fa. Jeannette Walen; Fa. Wiekert & V.D. Linden; Fa. Walbrink & Co; Wieckert & V.D. Linden; Fa. Vermeys & Co; Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders.

Sedangkan Efek yang diperjual-belikan adalah saham dan obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan Pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya.

Perkembangan pasar modal di Batavia tersebut begitu pesat sehingga menarik masyarakat kota lainnya. Untuk menampung minat tersebut, pada tanggal 11 Januari 1925 di kota Surabaya dan 1 Agustus 1925 di Semarang resmi didirikan bursa.

Anggota bursa di Surabaya waktu itu adalah : Fa. Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa. V. Van Velsen, Fa. Beaukkerk & Cop, dan N. Koster. Sedangkan anggota bursa di Semarang waktu itu adalah : Fa. Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa. Monad & Co, Fa. Companien & Co, serta Fa. P.H. Soeters & Co.

Perkembangan pasar modal waktu itu cukup menggembirakan yang terlihat dari nilai efek yang tercatat yang mencapai NIF 1,4 milyar (jika di indeks dengan harga beras yang disubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah + Rp. 7 triliun) yang berasal dari 250 macam efek.

Perang Dunia II

Pada permulaan tahun 1939 keadaan suhu politik di Eropa menghangat dengan memuncaknya kekuasaan Adolf Hitler. Melihat keadaan ini, pemerintah Hindia Belanda mengambil kebijaksanaan untuk memusatkan perdagangan Efek-nya di Batavia serta menutup bursa efek di Surabaya dan di Semarang.

Namun pada tanggal 17 Mei 1940 secara keseluruhan kegiatan perdagangan efek ditutup dan dikeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa semua efek-efek harus disimpan dalam bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda. Penutupan ketiga bursa efek tersebut sangat mengganggu likuiditas efek, menyulitkan para pemilik efek, dan berakibat pula pada penutupan kantor-kantor pialang serta pemutusan hubungan kerja. Selain itu juga mengakibatkan banyak perusahaan dan perseorangan enggan menanam modal di Indonesia.

Dengan demikian, dapat dikatakan, pecahnya Perang Dunia II menandai berakhirnya aktivitas pasar modal pada zaman penjajahan Belanda.





Orde Lama

Aktif Kembali

Setahun setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan RI, tepatnya pada tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah. Peristiwa ini menandai mulai aktifnya kembali Pasar Modal Indonesia.

Didahului dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No. 13 tanggal 1 September 1951, yang kelak ditetapkankan sebagai Undang-undang No. 15 tahun 1952 tentang Bursa, pemerintah RI membuka kembali Bursa Efek di Jakarta pada tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama 12 tahun. Adapun penyelenggaraannya diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3 bank negara dan beberapa makelar Efek lainnya dengan Bank Indonesia sebagai penasihat.

Sejak itu Bursa Efek berkembang dengan pesat, meskipun Efek yang diperdagangkan adalah Efek yang dikeluarkan sebelum Perang Dunia II. Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954, 1955, dan 1956. Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik perorangan maupun badan hukum. Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi abitrase dengan luar negeri terutama dengan Amsterdam.


Masa Konfrontasi

Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958, karena mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia.
Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik Indonesia dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958.
Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) pada tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk memperdagangkan semua Efek dari perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, termasuk semua Efek yang bernominasi mata uang Belanda, makin memperparah perdagangan Efek di Indonesia.
Tingkat inflasi pada waktu itu yang cukup tinggi ketika itu, makin menggoncang dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal, juga terhadap mata uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1966.

Penurunan ini mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga tidak menarik lagi bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal Indonesia pada zaman Orde Lama.
Orde Baru

Langkah demi langkah diambil oleh pemerintah Orde Baru untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang rupiah. Disamping pengerahan dana dari masyarakat melalui tabungan dan deposito, pemerintah terus mengadakan persiapan khusus untuk membentuk Pasar Modal.
Dengan surat keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26 Juli 1968, di BI di bentuk tim persiapan (PU) Pasar Uang dan (PM) Pasar Modal. Hasil penelitian tim menyatakan bahwa benih dari PM di Indonesia sebenarnya sudah ditanam pemerintah sejak tahun 1952, tetapi karena situasi politik dan masyarakat masih awam tentang pasar modal, maka pertumbuhan Bursa Efek di Indonesia sejak tahun 1958 s/d 1976 mengalami kemunduran.

Setelah tim menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka dengan surat keputusan Kep-Menkeu No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972 tim dibubarkan, dan pada tahun 1976 dibentuk Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa. Bapepam bertugas membantu Menteri Keuangan yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral.

Dengan terbentuknya Bapepam, maka terlihat kesungguhan dan intensitas untuk membentuk kembali PU dan PM. Selain sebagai pembantu menteri keuangan, Bapepam juga menjalankan fungsi ganda yaitu sebagai pengawas dan pengelola bursa efek.
Pada tanggal 10 Agustus 1977 berdasarkan kepres RI No. 52 tahun 1976 pasar modal diaktifkan kembali dan go publik-nya beberapa perusahaan. Pada jaman orde baru inilah perkembangan PM dapat di bagi menjadi 2, yaitu tahun 1977 s/d 1987 dan tahun 1987 s/d sekarang.

Perkembangan pasar modal selama tahun 1977 s/d 1987 mengalami kelesuan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan dana dari bursa efek. Fasilitas-fasilitas yang telah diberikan antara lain fasilitas perpajakan untuk merangsang masyarakat agar mau terjun dan aktif di Pasar Modal.

Tersendatnya perkembangan pasar modal selama periode itu disebabkan oleh beberapa masalah antara lain mengenai prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga saham dan lain sebagainya.
Untuk mengatasi masalah itu pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi yang berkaitan dengan perkembangan pasar modal, yaitu Paket Kebijaksanaan Desember 1987, Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, dan Paket Kebijaksanaan Desember 1988.

Pakdes 1987

Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Selain itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49% dari total emisi.

Pakdes 87 juga menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.

Pakto 88

Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankkan, namun mempunyai dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal, Lending, Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito.

Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal. Sebab dengan keluarnya kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan yang sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal.

Pakdes 88

Pakdes 88 pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.

Karena tiga kebijaksanaan inilah pasar modal menjadi aktif untuk periode 1988 hingga sekarang.




Ketua Bapepam

 
http://www.bapepam.go.id/old/old/profil/sejarah/Foto_Turangan.gif
Josef A Turangan
1977-1981

 
http://www.bapepam.go.id/old/old/profil/sejarah/Foto_Sutadi.gif
Sutadi Sukarya
1981-1984

 

http://www.bapepam.go.id/old/old/profil/sejarah/Foto_Barli.gif
Barli Halim (alm)
1984-1988

 
http://www.bapepam.go.id/old/old/profil/sejarah/Foto_Marzuki.gif
Marzuki Usman
1988-1992

 

http://www.bapepam.go.id/old/old/profil/sejarah/Foto_Sukanto.gif
Sukanto Reksohadiprodjo
1992-1993

 
http://www.bapepam.go.id/old/old/profil/sejarah/Foto_Ruru.gif
Barcelius Ruru
1993-1995

 












http://www.bapepam.go.id/old/old/profil/sejarah/Foto_Arysuta.gif
I Putu Gede Ary Suta
1995-1998

 
http://www.bapepam.go.id/old/old/profil/sejarah/Foto_jusuf.gif
Jusuf Anwar
1998-2000

 

http://www.bapepam.go.id/old/old/profil/sejarah/foto_herwidayatmo.gif
Herwidayatmo
2000-Sekarang

 







Fungsi Bapepam
http://www.bapepam.go.id/old/old/img/line.bmp
Berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari Pasar Modal dilakukan oleh Bapepam yang bertujuan untuk mewujudkan kegiatan pasar modal yang teratur, wajar dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat

Dalam melaksanakan fungsi tersebut, Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan
izin, persetujuan, dan pendaftaran kepada para pelaku Pasar Modal, memproses pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di bidang Pasar Modal, dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal.

Wewenang

Pada pasal 5 UU Pasar Modal, Bapepam berwenang untuk:

a.
memberi :


1)
izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi Efek;

2)
izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi; dan

3)
persetujuan bagi Bank Kustodian;


b.
mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali Amanat;

c.
menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur serta menunjuk manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru;

d.
menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan Pendaftaran serta menyatakan, menunda atau membatalkan efektifnya Pernyataan Pendaftaran;

e.
mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang dan atau peraturan pelaksanaanya;

f.
mewajibkan setiap Pihak untuk :


1)
menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau

2)
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud;


g.
melakukan pemeriksaan terhadap :


1)
setiap Emiten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau

2)
Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan Undang-undang;


h.
menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam huruf g;

i.
mengumumkan hasil pemeriksaan;

j.
membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek atau menghentikan transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemodal;
 

k.
menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat;
 


l.
memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dsan Penjaminan, atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian serta memberikan keputusan membatalakan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud;
 

m.
menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan, dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal
 

n.
melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar Modal
 

o.
memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas UUPM atau peraturan pelaksanaannya;
 

p.
menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 UU PM;dan
 

q.
melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan Undang-undang Pasar Modal.


Fungsi

Dijelaskan dalam pasal 3 Kepmenkeu RI No : 503/KMK.01/1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Pasar Modal, fungsi Bapepam adalah:
a.
penyusunan peraturan di bidang Pasar Modal;
b.
penyusunan peraturan di bidang Pasar Modal;
c.
pembinaan dan pengawasan terhadap Pihak yang memperoleh izin usaha, persetujuan, pendaftaran dari Bapepam dan Pihak lain yang bergerak di Pasar Modal;
d.
penetapan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi Emiten dan Perusahaan Publik;
e.
penyelesaian keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;
f.
penetapan ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal;
g.
pengamanan teknis pelaksanaan tugas pokok Bapepam sesuaidengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



Visi dan Misi


Visi
Menjadi otoritas pasar modal yang berkualitas internasional, yang mampu mendorong, mengawasi, dan memelihara pasar sehingga berdaya saing global, dan mendukung perkembangan ekonomi nasional


Misi Ekonomi I
Menciptakan pasar modal yang teratur, wajar dan efisien guna menunjang perekonomian nasional

Misi Ekonomi II
Menciptakan iklim yang kondusif bagi perusahaan dalam memperoleh pembiayaan dan bagi pemodal dalam melakukan alternatif investasi

Misi Sosial Budaya
Mengembangkan masyarakat yang berorientasi pasar modal dalam membuat keputusan pembiayaan dan investasi

Misi Kelembagaan
Mewujudkan Bapepam menjadi lembaga independen dan berkualitas internasional yang selalu memperbaharui dan mengembangkan diri


 Organisasi Bapepam
http://www.bapepam.go.id/old/old/img/line.bmp
Struktur organisasi Bapepam telah mengalami beberapa perubahan struktur, menyesuaikan kebutuhan perkembangan dan dinamika yang terjadi selama ini.
Struktur organisasi Bapepam yang terakhir saat ini berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 302/KMK.01/2004 Tanggal 23 Juni 2004 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Keuangan.







Struktur Organisasi Bapepam terdiri dari 1 buah jabatan eselon I, 8 buah jabatan eselon II, 35 buah jabatan eselon III dan 110 jabatan eselon IV



Sekretaris Bapepam membawahi 5 Kepala Bagian


1
Kepala Bagian Perencanaan Dan Teknologi Informasi

2
Kepala Bagian Organisasi dan Sumber Daya Manusia

3.
Kepala Bagian Keuangan

4.
Kepala Bagian Informasi Pasar Modal

5.
Kepala Bagian Umum




1
Kepala Bagian Perundang-Undangan

2
Kepala Bagian Penetapan Sanksi

3.
Kepala Bagian Bantuan Hukum

4.
Kepala Bagian Bina Profesi Hukum



Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan membawahi 4 Kepala Bagian


1
Kepala Bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Pengelolaan Investasi;

2
Kepala Bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Transaksi dan Lembaga Efek;

3.
Kepala Bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Emiten dan Perusahaan Publik;

4.
Kepala Bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Emiten dan Perusahaan Sektor Riil;




1
Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan Investasi;

2
Kepala Bagian Bina Manajer Investasi dan Penasihat Investasi;

3.
Kepala Bagian Pengawasan Pengelolaan Investasi;

4
Kepala Bagian Kepatuhan Pengeloaan Investasi;

5.
Kepala Bagian Riset;



Kepala Biro Transaksi dan Lembaga Efek membawahi 4 Kepala Bagian


1
Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan Transaksi dan Lembaga Efek;

2
Kepala Bagian Pengawasan Lembaga Efek;

3.
Kepala Bagian Kepatuhan Lembaga Efek;

4.
Kepala Bagian Pengawasan Perdagangan;

5
Kepala Bagian Wakil Perusahaan Efek.




1
Kepala Bagian Usaha Jasa Keuangan;

2
Kepala Bagian Usaha Jasa Property;

3.
Kepala Bagian Usaha Jasa Perdagangan dan Perhubungan;

4.
Kepala Bagian Usaha Aneka Jasa.




1
Kepala Bagian Usaha Industri Barang Konsumsi;

2
Kepala Bagian Usaha Aneka Industri;

3.
Kepala Bagian Usaha Industri Dasar dan Kimia;

4.
Kepala Bagian Usaha Pertambangan dan Agribisnis.




1
Kepala Bagian Standar Akuntansi dan Pemeriksaan;

2
Kepala Bagian Akuntan dan Penilai;

3.
Kepala Bagian Kepatuhan Akuntansi;

4.
Kepala Bagian Pengembangan Keterbukaan dan Tata Kelola;